ANTROPOLOGI SEBAGAI PENDEKATAN KAJIAN ISLAM
A. Pengertian Antropologi dan Perkembangannya
Antropologi adalah ilmu tentang manusia, masa lalu dan masa kini. Dimana didalamnya manusia digambarkan melalui pengetahuan ilmu sosial dan ilmu alam. Antropologi sendiri berasal dari kata Yunani yaitu anthropos yang berarti manusia dan logos yang berarti ilmu.
1. Fase Pertama (Sebelum 1800)
Sejak akhir abad ke-15 dan awal abad ke-16, suku-suku bangsa di benua Asia, Afrika, Amerika, dan Oseania mulai kedatangan orang-orang Eropa Barat selama kurang lebih 4 abad.
2. Fase kedua (kira-kira Pertengahan Abad ke-19)
Pada awal abad ke-19, ada usaha-usaha untuk mengintegrasikan secara serius beerapa karangan-karangan yang membahas masyarakat dan kebudayaan di dunia pada berbagai tingkat evolusi.
3. Fase Ketiga ( Awal Abad ke-20)
Pada awal abad ke-20, sebagian besar Negara penjajah di Eropa berhasil memantapkan kekuasaannya di daerah-daerah jajahan mereka. Dalam era colonial tersebut, ilmu Antropologi menjadi semakin penting bagi kepentingan kolonialisme.
4. Fase Keempat (Sesudah Kira-kira 1930)
Pada fase ini, antropologi berkembang pesat dan lebih berorientasi akademik. Penembangannya meliputu ketelitian bahan pengetahuannya maupun metode-metode ilmiahnya. Di lain pihak muncul pula sikap anti kolonialisme dan gejala makin berkurangnya bangsa-bangsa primitif (yaitu bangsa-bangsa yang tidak memperoleh pengaruh kebudayaan Eropa-Amerika) setelah Perang Dunia II.
B. Budaya dan Islam dalam Sudut Pandang Antropologi
1. Agama Islam di Tanah Arab
Agama Islam sebagai agama samawi yang diturunkan oleh Allah SWT., di tanah Arab kepada Nabi Muhammad SAW., tidak lepas dari problem keilmuan di atas. Dalam perspektif antropologi, sedikit banyaknya ajaran Agama Islam itu di ambil dari kebudayaan masyarakat Arab pada umumnya.
2. Persebaran Islam di Indonesia
Walisongo sangat berperan penting dalam penyebaran Islam di Tanah Jawa, bahkan salah-satu pesan Wali Songo yang sangat berkesan adalah pesan Sunan Kudus. Beliau berkata pada masyarakat Kudus untuk tidak menyembelih Sapi di saat hari raya kurban, namun di ganti dengan kerbau. Ini menunjukan kalau Sunan Kudus sangat menghormati kebudayaan yang ada saat itu, karena umat Hindu sangat memuliakan sapi dan ini menjadi sesuatu yang sakral dalam kepercayaannya.
3. Problematika di Masyarakat Indonesia
Masyarakat pedesaan pada umumya masih melakukan tradisi-tradisi lama yang bercorak keagamaan, contoh tradisi tahlilan. Tahlilan merupakan serangkaian kegiatan berkumpulnya masyarakat di rumah orang yang baru meninggal, dan di sana di bacakan ayat-ayat al-Qur’an seperti surat Yasin, dan juga di bacakan kalimat-kalimat Taiyyibah (tasbih, tahmid, takbir dan juga tahlil), di mana mereka meniatkan pahalanya untuk arwah mayat yang baru meninggal, secara umum bisa di katakan demikian.
C. Pembaruan Agama dan Budaya
Dalam tradisi khajanah intelektual Islam, istilah pembaruan dianggap sebagai terjemahan dari kata Arab tajdid, dan juga modernism dalam terminologi Barat. Menyadari atas kandungan makna negatif, sudah barang tentu di samping kandungan makna positifnya, dalam istilah modernisme, kemudian Harun Nasution memberikan saran terutama kepada umat Islam (Indonesia) sebaiknya menggunakan istilah “pembaruan”.
Berdasarkan pemaknaan tersebut selanjutnya dapat ditegaskan adanya tiga hal berikut yang inheren pada pembaruan Islam.
1. Pertama, pembaruan dalam Islam menunjuk pada usaha melakukan perubahan. Usaha ini dilakukan setelah adanya kesadaran dan keprihatinan umat Islam atas kondisi internal kemunduran yang dialaminya.
2. Kedua, ajaran agama Islam, khususnya hasil ijtihad dan pemikiran para ulama terdahulu, adalah merupakan sasaran pembaruan Islam. Dengan kata lain, sesungguhnya pembaharuan Islam sama sekali tidaklah berpretensi memperbarui atau melakukan perubahan terhadap al-Qur’an dan asSunnah, karena kebenarannya mutlak shalih likulli zaman wa makan (benar untuk setiap waktu dan tempat).
3. Ketiga, subjek pembaruan dalam Islam adalah para pembaru dari kalangan insider (internal) umat Islam, bukan dari kalangan outsider (eksternal, non-Muslim), meskipun dalam banyak hal pembaruan Islam itu tidak dapat dilepaskan dari pemikiran makro pada umumnya.
4. Keempat, latar belakang pembaruan dalam Islam secara eksternal tidak terlepas dari adanya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi modern di satu pihak, tentu secara internal lahir setelah adanya kesadaran dan keprihatinan akan kondisi internal kemunduran dunia Islam tersebut. Penting untuk ditegaskan, bahwa gerakan pembaruan Islam, merupakan bagian asli dan sah dari penjabaran Islam di dunia sejarah, karenanya bukan hal yang unik dalam Islam.
Komentar
Posting Komentar